Lompat ke isi utama

Sejarah

Lembaga Pengawas Pemilu dibentuk untuk mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan pemilu di Indonesia, ada empat tugas besar Bawaslu yaitu pencegahan, pengawasan, penindakan dan sengketa proses pemilu, yang menjadi “Nafas Bawaslu” dimana keempat fungsi tersebut menjadi hal yang dapat terjaga. Pencegahan menjadi tugas awal untuk merespon atas potensi-potensi pelanggaran pemilu di setiap tahapan pemilu dimana pencegahan di sampaikan kepada subyek dan obyek pengawasan di setiap pengawasan di setiap tahapan pemilu. Setelah pencegahan, tugas pengawasan juga hal yang inti dan penting dimana pengawasan dimana pengawasan menjadi substansi dari ketugasan Bawaslu dimana aspek pengawasan setiap tahapan subyek dan obyek pengawasan di pastikan sesuai dengan peraturan perundang – undangan.

Walaupun pertentangan ideologi pada saat itu cukup kuat, dapat dikatakan sangat minim terjadi kecurangan dalam pelaksanaan tahapan. Kalaupun ada gesekan, itu terjadi di luar wilayah pelaksanaan Pemilu. Gesekan yang muncul merupakan konsekuensi logis pertarungan ideologi pada saat itu. Hingga saat ini masih muncul keyakinan bahwa Pemilu 1955 merupakan Pemilu di Indonesia yang paling ideal.

Kelembagaan Pengawas Pemilu baru muncul pada pelaksanaan Pemilu 1982, dengan nama Panitia Pengawas Pelaksanaan Pemilu (Panwaslak Pemilu). Pada saat itu sudah mulai muncul distrust terhadap pelaksanaan Pemilu yang mulai dikooptasi oleh kekuatan rezim penguasa. Pembentukan Panwaslak Pemilu pada Pemilu 1982 dilatari oleh protes-protes atas banyaknya pelanggaran dan manipulasi penghitungan suara yang dilakukan oleh para petugas pemilu pada Pemilu 1971. Karena palanggaran dan kecurangan pemilu yang terjadi pada Pemilu 1977 jauh lebih masif, protes-protes ini lantas direspon pemerintah dan DPR yang didominasi Golkar dan ABRI. Akhirnya muncullah gagasan memperbaiki undang-undang yang bertujuan meningkatkan ‘kualitas’ Pemilu 1982. Demi memenuhi tuntutan PPP dan PDI, pemerintah setuju untuk menempatkan wakil peserta pemilu ke dalam kepanitiaan pemilu. Selain itu, pemerintah juga mengintroduksi adanya badan baru yang akan terlibat dalam urusan pemilu untuk mendampingi Lembaga Pemilihan Umum (LPU).

Pada era reformasi, tuntutan pembentukan penyelenggara Pemilu yang bersifat mandiri dan bebas dari kooptasi penguasa semakin menguat. Untuk itulah dibentuk sebuah lembaga penyelenggara Pemilu yang bersifat independen yang diberi nama Komisi Pemilihan Umum (KPU). Hal ini dimaksudkan untuk meminimalisasi campur tangan penguasa dalam pelaksanaan Pemilu mengingat penyelenggara Pemilu sebelumnya, yakni LPU, merupakan bagian dari Kementerian Dalam Negeri (sebelumnya Departemen Dalam Negeri). Di sisi lain lembaga pengawas pemilu juga berubah nomenklatur dari Panwaslak Pemilu menjadi Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu).

Perubahan mendasar terkait dengan kelembagaan Pengawas Pemilu baru dilakukan melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2003. Menurut UU ini dalam pelaksanaan pengawasan Pemilu dibentuk sebuah lembaga adhoc terlepas dari struktur KPU yang terdiri dari Panitia Pengawas Pemilu, Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, dan Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan. Selanjutnya kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu dengan dibentuknya sebuah lembaga tetap yang dinamakan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Adapun aparatur Bawaslu dalam pelaksanaan pengawasan berada sampai dengan tingkat kelurahan/desa dengan urutan Panitia Pengawas Pemilu Provinsi, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten/Kota, Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan, dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat kelurahan/desa. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, sebagian kewenangan dalam pembentukan Pengawas Pemilu merupakan kewenangan dari KPU. Namun selanjutnya berdasarkan Keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap judicial review yang dilakukan oleh Bawaslu terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, rekrutmen pengawas Pemilu sepenuhnya menjadi kewenangan dari Bawaslu. Kewenangan utama dari Pengawas Pemilu menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 adalah untuk mengawasi pelaksanaan tahapan pemilu, menerima pengaduan, serta menangani kasus-kasus pelanggaran administrasi, pelanggaran pidana pemilu, serta kode etik.

Dinamika kelembagaan pengawas Pemilu ternyata masih berjalan dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu. Secara kelembagaan pengawas Pemilu dikuatkan kembali dengan dibentuknya lembaga tetap Pengawas Pemilu di tingkat provinsi dengan nama Badan Pengawas Pemilu Provinsi (Bawaslu Provinsi). Selain itu pada bagian kesekretariatan Bawaslu juga didukung oleh unit kesekretariatan eselon I dengan nomenklatur Sekretariat Jenderal Bawaslu. Selain itu pada konteks kewenangan, selain kewenangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, Bawaslu berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 juga memiliki kewenangan untuk menangani sengketa Pemilu.

Panwaslu Kabupaten/Kota menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota 

Penamaan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) tingkat Kabupaten/Kota resmi diubah Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Undang-undang Pilkada menjadi Bawaslu. Hal ini untuk penyamaan nama dengan Undang-undang Pemilu yang telah menyebut Bawaslu Kabupaten. Mahkamah Konstitusi (MK) melalaui Keputusan Nomor 48/PUU-XVII/2019 tentang Permohonan Pegujian Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut Undang-undang Pilkada.

Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan uji materi Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 atau Undang-undang Pilkada. Dengan dikabulkannya uji materi itu, maka nomenklatur panitia pengawas pemilu atau Panwaslu di tingkat Kabupaten/Kota berubah menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota, sehingga Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten/Kota berubah nama menjadi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)  Kabupaten/Kota yang tidak lagi bersifat Adhoc  melainkan bersifat permanen dengan masa jabatan anggota selama lima tahun.

Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Bantul adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 7 Tahun 2017 yang memiliki tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan terhadap seluruh tahapan pemilihan umum di Kabupaten Bantul. Badan Pengawas Pemilihan Umum Kabupaten Bantul Bersifat Permanen dan Berkedudukan di pusat Kota Kabupaten Bantul atau yang beralamatkan di Jl. Parangtritis KM. 11, Dukuh, Kec. Bantul, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta 55711, dengan segala daya upaya untuk mengemban tugas apa yang menjadi amanah Undang-undang Bawaslu Kabupaten Bantul hadir untuk demokrasi yang berkualitas dan berintegritas khususnya di wilayah Kabupaten Bantul.