|
“Implementasi Asas de-Jure Pemilu 2019 di Kabupaten Bantul”
Oleh: Dhenok Panuntun Trisuci Asmawati
Anggota Bawaslu Kabupaten Bantul
Asas de-jure merupakah asas pengunaan hak pemilih pada Pemilu Tahun 2019, dimana basis data Pemilih berdasarkan alamat de-jure (alamat pemilih sesuai dengan KTP-el). Konsep penggunaan hak pilih berdasarkan asas de-jure menjadi permasalahan tersendiri dalam proses penyusunan daftar pemilih dimana konsekuensi atas implementasi pelaksanaan teknis dalam pengunaan hak pilih belum dipahami secara utuh. Penggunaan hak pilih yang berdasarkan alamat de-jure sesuai dengan alamat KTP-el dimana penyusunan daftar pemilih berbasis KTP-el dengan konsekuensi legalitas pemilih adalah berdasarkan alamat de-jure KTP-el. Pemilu 2019 merupakan Pemilu serentak pasca Putusan MK, pemilu tahun 2019 tersebut memberikan pembelajaran tersendiri bagi penyelenggara pemilu maupun masyarakat (pemilih). Penerapan asas de-jure bagi pemilu 2019 memberikan pengalaman dan catatan tersendiri dalam proses penyelenggaraan pemilu. Basis pendataan berdasarkan alamat de jure KTP-el berbeda dengan Pemilu sebelumnya berdasarkan alamat de facto. Penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) berbasis alamat KTP-el pemilih, sehingga pendaftaran pemilih bagi mahasiswa dengan alamat KTP-el diluar D.I. Yogyakarta yang kuliah di D.I. Yogyakarta tidak bisa didata masuk pada DPT. Dalam kegiatan pencocokan data pemilih, pemilih dengan kondisi tersebut seharusnya menjadi catatan. Konsep pemilih yang didaftar secara de facto (sesuai kenyataan) atau de jure (sesuai hukum), memiliki implikasi yang berbeda. De facto, pemilih yang didaftar adalah semua warga yang berada disuatu wilayah, tanpa melihat KTP yang dimilikinya. De-Jure, yang didaftar adalah mereka yang tercatat sebagai warga di suatu wilayah, dibuktikan dengan kepemilikan KTP-el di daerah yang bersangkutan. Implikasi terhadap proses penyelenggaran pemilu khususnya pada posisi Pengawas Pemilu di jajaran Bawaslu untuk memastikan pelaksanaan penyelenggaraan pemilu telah sesuai dengan peraturan. Pelaksanaan pemilu yang sesuai dengan perturan akan berimplikasi peluang gugatan peserta pemilu yang mengetahui bahwa ada proses penyelenggaraan pemilu yang tidak sesuai dengan peraturan. Bawaslu harus menyadari bahwa apabila proses pemilu tidak sesuai dengan peraturan maka integritas proses dapat terciderai. Kosekuensi hukumnya adalan legitimasi pemilu dapat dipertanyakan. Dalam hal penggunaan hak pilih ini menjadi hal yang dasar yang harus dipastikan oleh Bawaslu bahwa Pemilih yang menggunakan hak pilih adalah pemilih yang telah sesuai dengan peraturan. Jadi posisi penyelenggara dan Pemilih menjadi pihak yang harus memahami peraturan pemilu secara jelas agar tidak ada gejolak disemua pihak, baik peserta pemilu, penyelenggara pemilu maupun Pemilih itu sendiri. Perlu ada kesadaran Bersama dalam proses penyelenggaraan pemilu dimana semua pihak harus memahami peraturan pemilu secara untuk dilihat dari semua aspek penyelenggaraan. Penerapan Asas De-Jure Dalam Pemilu Tahun 2019 Penggunaan hak pilih berdasarkan asas de-jure memunculkan beberapa kosekuensi untuk melegitimasi pemilih yang memiliki dokumen kependudukan diluar DIY baik mahasiswa kuliah, pondok pesantren/asrama, narapidana serta warga pindahan yang alamat KTP-el masih berada di daerah asal. Ada mekanisme legalitas apabila pemilih yang beralamat de-jure KTP-el ingin menggunakan hak pilihnya/ memilih di daerah lain diluar alamat de-jure KTP-el, yaitu dengan mekanisme pengurusan pindah memilih dengan formulir A5. Apabila pemilih yang ingin menggunakan hak pilihnya diluar alamat de-jure KTP-el tidak membawa form A5 maka legitimasi sebagai pemilih yang berhak memilih di TPS tersebut cacat hukum. Secara teori apabila dalam proses pengunaan hak pilih tersebut sudah cacat hukum maka dalam berimplikasi pada “Legitimasi Pemilih dalam Pemilu 2019” dapat dipertanyakan. Dalam konteks ini jajaran Bawaslu tetap memperhankan apa yang menjadi alasan untuk mengeluarkan rekomendasi PSU dibeberapa TPS. Secara umum konsekuensi penyusunan DPT berbasis alamat KTP-el pemilih secara teknis dan sesuai dengan peraturan adalah sebagai berikut:- Pindah Memilih. Ketentuan pindah memilih diatur dalam UU 7/2017, dimana Pindah Memilih bisa dilakukan apabila Pemilih tersebut sudah masuk dan ada dalam DPT. Konsekuensi pindah memilih yaitu Pemilih tersebut akan dihapus dari DPT daerah asal sesuai KTP-el (Pasal 348, ayat 6 UU 7 Tahun 2017), dengan demikian DPT di daerah asal akan terjadi pengurangan jumlah DPT dan untuk Daerah yang dituju makan DPT akan ditambah oleh DPTb (Daftar Pemilih Tambahan) Pemilih yang pindah memilih.
- Perolehan hak Surat suara sesuai dengan KTP-el. Prinsip representasi atas surat suara pada pemilu 2019 diatur berbasis alamat pada KTP-el yang berkonsekuensi apabila pindah memilih pada Pasal 348 ayat 4 yaitu:
- Mendapat 1 surat suara saja (SS Pemilihan Pasangan Presiden Wakil Presiden/PPWP) bagi pemilih yang pindah memilih lintas provinsi;
- Mendapat 2 surat suara saja (SS PPWP dan Pemilihan DPD) bagi pemilih yang pindah memilih hingga keluar dapil DPR RI namun dalam lingkup 1 provinsi;
- Mendapat 3 surat suara (Pemilihan PPWP, Pemilihan DPD, Pemilihan DPR RI) bagi pemilih yang pindah memilih hanya keluar dapil DPRD PROVINSI namun masih dalam lingkup dapil DPR RI;
- Mendapat 4 surat suara (minus Pemilihan PPWP kab/kota) bagi pemilih yang pindah memilih hanya keluar dapil DPRD kab/kota;
- Mendapat 5 surat suara bagi pemilih yang pindah memilih tidak keluar dapil DPT di kab/kota.
- Daftar Pemilih Tambahan (DPT) yaitu Daftar Pemilih Tetap ini adalah Pemilih yang memiliki KTP-el sesuai dengan DPT. DPT diatur dalam Undang-Undang 7 Tahun 2017 pada buku Ketiga, Bab V dan bagian kelima tentang Penyusunan Daftar Pemilih Tetap/DPT.
- Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) yaitu pemilih yang sudah terdata dalam DPT, namun ingin pindah memilih di TPS yang berbeda dari lokasi yang sudah didata. Pemilih yang ingin pindah memilih harus mengurus surat pindah memilih (form A5) di Panitia Pemungutan Suara (PPS/kelurahan) paling lambat 30 hari sebelum pemungutan suara. Peraturan tentang DPTb diatur dalam Pasal 210 ayat 1.
- Daftar Pemilih Khusus (DPK) adalah warga yang punya hak pilih namun belum terdata dalam DPT. Pemilih kategori ini bisa menggunakan hak pilihnya cukup dengan membawa e-KTP di TPS terdekat sesuai alamat pada e-KTP. Tidak bisa mencoblos di TPS di luar alamat e-KTP. Namun, pemilih dalam DPK hanya bisa menggunakan hak pilihnya satu jam terakhir sebelum TPS ditutup yaitu pukul 12.00-13.00 waktu setempat, dengan catatan selama surat suara masih tersedia. DPK diatur dalam Pasal 348 ayat 8 dan Pasal 512.
- TPS 7 Sidomulyo, Bambanglipuro,
- TPS 2 Sumbermulyo, Bambanglipuro,
- TPS 9 Singosaren, Banguntapan,
- TPS 10 Sriharjo, Imogiri,
- TPS 19 Parangtritis, Kretek,
- TPS 19 Gilangharjo, Pandak,
- TPS 33 Gilangharjo, Pandak,
- TPS 51 Gilangharjo, Pandak,
- TPS 3 Bangunharjo, Sewon,
- TPS 25 Bangunharjo, Sewon,
- TPS 18 Poncosari, Srandakan,
- TPS 20 Srigading, Sanden
- TPS 89 Banguntapan, Banguntapan,
- TPS 30 Ngestiharjo, Kasihan
- TPS 64 Banguntapan, Banguntapan
- SK Nomor : 242/HK.03.1-Kpt/02/3402/KPU-Kab/IV/2019 tentang Perubahan Atas Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul Nomor 239/HK.03.1-Kpt/02/3402/KPU-Kab/IV/2019 tentang Penetapan Pemungutan Suara Ulang dan Pemungutan Suara Lanjutan Pemilihan Umum Tahun 2019 di Kabupaten Bantul.
- SK Nomor : 253/HK.03.1-Kpt/02/3402/KPU-Kab/V/2019 tentang Perubahan Atas Perubahan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Bantul Nomor 250/HK.03.1-Kpt/02/3402/KPU-Kab/V/2019 tentang Penetapan Pemungutan Suara Ulang dan Pemungutan Suara Lanjutan Pemilihan Umum Tahun 2019 di Wilayah Kecamatan Banguntapan, Kasihan dan Jetis Kabupaten Bantul
- SK Nomor : 256/HK.03.1-Kpt/02/3402/KPU-Kab/V/2019 tentang Penetapan Pemungutan Suara Ulang Pemilihan Umum 2019 di Tempat Pemungutan Suara 64 Desa Banguntapan Kecamatan Banguntapan Kabupaten Bantul.